SURABAYA - Masa orientasi siswa (MOS) bagi siswa SMP dan SMA kemarin (14/7) memasuki hari terakhir. Pelaksanaan MOS yang berlangsung sejak Senin lalu (12/7) itu terus dipantau berbagai pihak. Kasus kematian Roy Aditya Perkasa pada MOS 2009 di SMAN 16 Surabaya membuat pelaksanaan MOS tahun ini dikawal dengan ketat.
Berdasar hasil evaluasi pelaksanaan MOS selama tiga hari, Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya menyatakan bahwa tidak ada yang perlu dirisaukan. "Tiga hari ini berjalan lancar tanpa kekerasan," kata Kadispendik Surabaya Sahudi kepada Jawa Pos ketika ditemui di sela-sela penutupan MOS SMP kawasan Surabaya Utara di lapangan parkir Giant Rajawali kemarin.
Mantan kepala SMAN 15 Surabaya itu menyatakan bahwa beberapa keluhan dilayangkan ke meja dispendik. Sebagian besar keluhan itu tentu berasal dari orang tua murid. Mereka merasa bahwa anak-anak dipersulit saat MOS karena diminta membawa beragam atribut nyeleneh.
Kendati demikian, menurut Sahudi, segala keluhan itu tak layak dijadikan landasan untuk menganggap bahwa pelaksanaan MOS tahun ini tidak sesuai dengan aturan. "Itu kan keluhan orang tua murid. Pandangan kami (orang tua, Red) kan berbeda dengan siswa. Sepanjang itu enjoy, tidak memberatkan, dan menyulitkan, menurut saya, nggak masalah," paparnya.
Sahudi mencontohkan, ketika seorang anak diminta membawa atribut seperti tas dari karton atau kantong plastik. Orang tua mungkin menganggap bahwa itu menyulitkan. Tapi, kadang si anak justru menganggap itu lucu dan bisa menikmati. Sehingga, tak semua anggapan orang tua bahwa keharusan membawa benda-benda tertentu ke sekolah saat MOS itu menyulitkan anak bisa dibenarkan.
"Orang tua mengatakan, 'Itu kok nggak rasional sih?' Selama anak enjoy, nggak masalah. Orang tua jangan overprotektif lah. Kalau anak enjoy dan bisa bersama-sama dengan temannya, biarkan mereka berkreasi," papar pria kelahiran Banyuwangi tersebut.
Sahudi menegaskan bahwa MOS seharusnya dimanfaatkan sekolah untuk menanamkan school culture kepada siswa-siswa baru. Kultur itu meliputi ide, aktivitas, visi, misi, gedung sekolah, interaksi antar guru, serta output dan prestasi yang dihasilkan sekolah.
Dengan pengenalan school culture, kecintaan siswa terhadap sekolah diharapkan muncul sejak MOS. Dengan demikian, siswa bisa menjadikan sekolahnya lebih baik. Mereka bisa mencetak prestasi dengan landasan rasa cinta kepada tempat menuntut ilmu.
"Kenapa sekolah tidak punya prestasi? Sebab, kebanggaan itu tidak muncul. Kalau ada kebanggaan, siswa akan bersemangat untuk meningkatkan mutu sekolah. Kenapa sekolah tertentu bagus? Sebab, mereka punya kebanggaan. Kalau semua punya school culture, kualitas sekolah akan meningkat. Pertanyaannya, bagaimana sekolah mengenalkan school culture tersebut sehingga membanggakan anak? Itu yang penting," jelas Sahudi.
Salah satu cara untuk menanamkan kebanggaan yang lebih besar terhadap sekolah dilakukan dengan mengadakan pentas seni saat MOS. Itu seperti kolaborasi yang dilakukan 22 SMP di Surabaya Utara di lapangan parkir Giant Rajawali kemarin.
Pentas seni yang melibatkan 15 SMP negeri dan tujuh SMP swasta itu baru kali pertama diadakan di Surabaya. Sekitar 3.000 siswa dari 22 sekolah bergiliran tampil di lapangan parkir. Mereka menyajikan beragam atraksi yang menjadi keunggulan masing-masing. Di antaranya, drum band, tari tradisional, barongsai, pencak silat, dan formasi baris-berbaris.
"Tujuan acara itu, yang pertama adalah efisiensi supaya lebih ngirit. Yang kedua, kenal dengan sekolah lain," kata Sahudi. Dengan melihat penampilan sekolah lain, diharapkan rasa cinta dan keinginan menunjukkan yang terbaik demi nama baik sekolah muncul dalam diri para siswa baru itu. "Buktinya, setelah berkumpul bersama teman-temannya, semua ingin tampil. Yang tidak ikut getun (menyesal, Red)," ungkapnya.
Bagi sekolah-sekolah di Surabaya Utara, itu juga menjadi ajang untuk menunjukkan eksistensi sekolah masing-masing. "Selama ini, sekolah di utara dengan di pusat itu kalah. Banyak siswa dari utara yang lari ke sekolah di pusat. Padahal, nonakademis kami sebenarnya tidak kalah. Nah, dengan mengadakan pentas seni seperti ini, kami harap siswa di Surabaya Utara tidak lari ke kawasan lain," papar Achmad Suharto, sekretaris panitia penyelenggara.
Pentas seni tersebut juga menandai ditutupnya MOS bagi para pelajar SMP. Penutupan itu kemarin ditandai dengan pelepasan balon oleh Sahudi. "Besok (hari ini, Red) siswa masuk sekolah seperti biasa," ujar Suharto yang juga kepala SMPN 11 Surabaya. (rum/c12/aww)
Jumat, 16 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar