Kegagalan dan keberhasilan suatu proses pendidikan bangsa, perlu melibatkan berbagai pihak seperti peserta didik (siswa/mahasiswa), guru, dosen, orang tua dan berbagai elemen masyarakat lainnya. Banyak ironi & ilusi yang terjadi dalam sistem pendidikan kita selama ini, apalagi dikaitkan dengan kondisi ekonomi-sosial yang semakin memprihatinkan saat ini. Insan pendidikan kita seolah lesu darah untuk mengatasi masalah pendidikan yang sangat kompleks ini. Banyak masalah yang carut-marut dan acak-adut yang menjadi agenda dunia pendidikan kita. Mulai dari:
1.Kurikulum yang sarat beban
2.Kuantitas dan kualitas guru, dosen & tenaga pengajar
3.Perubahan Kebijakan & Teknologi Pendidikan
4.Masalah Kesempatan Belajar
5.Proses KBM, Proses UJIAN sampai dengan Kualitas Lulusan
6.Profesionalisme guru, dosen & tenaga pengajar.
7.Dana Pendidikan 20% dari RAPBN & Investasi Pendidikan lainnya.
8.Keselarasan Pendidikan dan Ketenagakerjaan
Sampai pada keseharian siswa / mahasiswa di sekolah, di kampus, seperti bahaya NARKOBA, pergaulan seks bebas serta masalah budi pekerti.
Seperti yang telah terjadi pada waktu yang lalu & saat ini tentang TAWURAN antar sekolah, antar kampus, antar kampung atau desa, bahkan antar elit politik. Hal ini mungkin disebabkan oleh gagalnya proses pendidikan di tanah air. Perlu diketahui disini bahwa penyebab timbulnya TAWURAN, karena ada kesenjangan sosial yang terlalu tajam, dan kita semua harus menyadari bahwa, sudah lama kita berada dalam kehidupan yang bersifat individualisme, egois, cuek, semau gue dan mau menang sendiri.
Rasa kebersamaan, senasib dan sepenanggungan, sirna dibawah ideologi kebendaan, hedonisme, materialistik & kapitalisme. Akhirnya muncul suatu opini ”YANG KAYA MAKIN KAYA, YANG MISKIN MAKIN MISKIN”. Slogan ini pernah terungkap dalam berita bahwa orang kaya (milyarder) di Indonesia bertambah, sementara orang yang miskin juga semakin banyak. Selain itu pula muncul krisis pembenaran terhadap problematika sosial yang keliru, sehingga menghancurkan reputasi kesadaran akal sehat kita yang mengakibatkan, semakin maraknya bentuk TAWURAN di kalangan masyarakat itu sendiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa tawuran di kota besar sudah menjadi bagian dari gaya hidup berkelompok. Tidak saja bagi para pelajar SLTP dan SMU, akan tetapi mahasiswa, orang dewasa bahkan elit politik suka dengan TAWURAN.
Keengganan dan kemandulan sikap ilmiah pada generasi muda kita saat ini, lebih banyak disebabkan oleh orientasi keberhasilan, yang menjadi ukuran sukses dalam hidupnya. Ukuran kesuksesan yang semata-mata hanya diukur, dengan seberapa banyaknya harta dan materi yang dapat dihasilkan. Situasi ini menyebabkan generasi muda kita terjebak pada pola hedonisme dan glamorisme, sehingga muncul lingkungan yang penuh dengan kekerasan sosial & tekanan hidup yang berlebihan, yang berakibat pada frustasi berkelanjutan serta menyebabkan rusaknya tatanan sosial dalam bermasyarakat. Akibat dari rusaknya tatanan sosial tersebut, maka tanggung jawab moral terabaikan, dan pada akhirnya TAWURAN menjadi bagian dari gaya hidup mereka.
Masyarakat yang selalu berorientasi dan terlalu mengapresiasikan materialisme, konsumerisme serta sekularisme yang berlebihan, melahirkan banyak kekerasan dan tekanan hidup. Hal ini tampak dalam gaya hidup yang dipilih oleh generasi muda kita saat ini seperti, gejala maraknya Remaja MALL, Pornografi, Narkoba, Geng Motor dan Geng Sekolah di kalangan pelajar SMU. Hasilnya, jadilah generasi hari ini sebagai generasi yang penuh KEKERASAN yang memiliki sifat apatis, gelisah, resah, pemberang, culas, arogan, kasar, tidak menghargai sopan-santun, cenderung pada KEKERASAN, stress, depresi, berkrepribadian ganda dan akhirnya...GILA. Inilah bentuk simphoni generasi di ujung tanduk yang akan menurunkan kecerdasan dan kepiawaian manusia di Republik ini sebagai khalifah di Bumi Pertiwi tercinta.
Remaja kita adalah produk dari KEKERASAN, STRESS dan FRUSTASI. Bentuk frustasi ini disebabkan oleh kerasnya tantangan kehidupan dalam mencari penghidupan. Seluruh kehidupan para remaja kita disuguhkan dengan KEKERASAN, baik di rumah, di kelas, di sekolah, di kampus dan di masyarakat. Seperti contoh kasus IPDN dan sejenisnya, kasus Geng Sekolah di kalangan pelajar SMU (gazper, kamikaze, kanibal, dll) serta kasus Geng Motor (Ekstasi, BeeGes, Moonraker dll), semua itu merupakan bentuk KEKERASAN berkedok SENIORITAS, dan hal tersebut adalah dalih yang mereka gunakan untuk melakukan kekerasan.
KEKERASAN merupakan suatu fenomena krisis moral. Krisis yang di dapat dari berbagai macam tekanan hidup. Suatu krisis yang bisa menjadi barometer kegagalan membina ”CHARATER BUILDING” para remaja dan masyarakat itu sendiri. Selain itu, pada strata yang lebih dalam lagi, generasi kita akan semakin terpuruk, apabila mereka semakin cuek, mementingkan diri sendiri, tidak mau kerja keras, penganut hedonisme yang pada akhirnya menghasilkan generasi yang KORUP dan selalu menghalalkan segala cara untuk berhasil, serta generasi yang selalu tergantung seluruhnya kepada bangsa lain dan tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Pada hakikatnya, setiap orang di Republik ini mampu berbuat sesuatu untuk keluar dari belenggu masalah ini, sepanjang kita semua mempunyai niat baik untuk mencari keberkahan dalam setiap upaya yang dilakukan, sehingga dalam situasi ini, kita perlu merenung, karena sudah saatnya kita mengajarkan arti kesederhanaan, kejujuran, sikap mau bekerja keras & cerdas serta sikap percaya diri. Dengan pola pikir seperti inilah anak bangsa kita didik, agar kelak menjadi generasi penerus yang mempunyai kematangan intelektual, generasi bangsa yang mau berfikir kritis, kreatif dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan kematangan etika moral dan emosional menuju INDONESIA BARU.
Jumat, 08 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar