Welcome to Mr. Aji's Site

Wise While On-Line, Think Before Posting

Blogger for Education and Culture

Sabtu, 11 Juni 2011

Menjadi Guru Penulis

Menulis itu gampang! Mungkin sebagian orang berpikir bisa dan sebagian tak bisa melakukannya karena belum pernah atau melakukan kegiatan tulis menulis. Boleh jadi sebagian orang beranggapan dan menilai bahwa kegiatan menulis merupakan hal yang kurang menyenangkan. Bagi seorang guru misalnya, ada sejumlah faktor yang menyebabkan para guru itu masih enggan untuk menulis diantaranya:
Pertama, faktor kesibukan. Sebagian besar guru mengatakan bahwa tugas guru sangat banyak terutama terkait dengan administrasi dan kegiatan pembelajaran, ditambah lagi kalau mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala atau urusan, ketua jurusan, pembimbing ekstra atau wali kelas sehingga konon nyaris tidak ada waktu sejenak untuk menulis. Faktor yang kedua,  karena terjebak rutinitas kerja. Aktifitas mengajar dari pagi sampai siang, bahkan sampai sore bagi sebagian guru yang suka ngelesi (memberi pelajaran tambahan) tanpa sadar telah menjadikan guru terpola, yang hari-harinya diisi hanya untuk mengajar dan mengajar. Ketiga, rendahnya motivasi menulis. Barangkali faktor ini yang paling ‘rawan’ dan perlu mendapat perhatian lebih ketika keinginan untuk menulis memang lemah atau sama sekali tidak ada. Faktor yang terakhir adalah kemalasan. Inilah sesungguhnya yang banyak menjangkiti para guru. Ada perasaan berat dan seolah menjadi beban tersendiri ketika harus menulis. Kemalasan ini tidak hanya dalam aktivitas menulis tetapi juga membaca. Jujur saja, penulis juga pernah merasakan betapa sulitnya ketika itu harus berpikir bagaimana dan apa yang harus ditulis. Dan, ketika mau membaca saja sudah malas, maka bagaimana bisa mau menulis. Yang jelas, alasan kesibukan dan pekerjaan sebenarnya dapat disiasati ketika keinginan menulis telah tumbuh dalam diri guru.
Guru adalah mata ilmu zaman. Namun, guru yang mampu menulis bisa menjadi mata pena zaman sekaligus obor bagi murid-murid dan kehidupan. Sebagian orang juga akan mengatakan bahwa guru merupakan sebuah profesi yang ‘memungkinkan’ pelakunya untuk melakukan aktivitas menulis. Mengapa? Karena secara kapasitas intelektual memadai, pengalaman mendukung dan dari segi waktu atau kesempatan terbuka lebar. Berbagai topik dapat dipilih untuk menjadi bahan tulisan, mulai dari permasalahan pembelajaran, isu pendidikan, kebijakan pemerintah, sampai menulis buku atau artikel di media massa.
Kalimat yang sungguh powerfull “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya” merupakan nasihat Ali bin Abi Thalib yang sangat popular di kalangan penulis. Sepintas pesan itu tak bermakna begitu luas. Namun, jika pesan itu dikaji lebih dalam, maka akan terkuak suatu keajaiban luar biasa. Ada lima keajaiban menjadi penulis, yaitu pencatat sejarah, pendakwah, pemikir, berkarakter, dan mulia. Penulis merupakan pencatat sejarah karena ia telah mendokumentasikan semua peristiwa yang didengar, dilihat, dan diketahuinya. Ia telah menorehkan sesuatu untuk diketahui orang lain. Untuk mendapatkan informasi yang akurat, penulis sering bergelut dengan dana dan waktu. Penulis tidak hanya menulis sesuatu yang disukai. Ia harus jujur bahwa informasi itu layak untuk diketahui. Karena itu, sejarahlah yang mencatat bahwa seorang penulis adalah sejarawan. Penulis juga merupakan pendakwah paling bijaksana. Ia menyampaikan ilmu untuk mengubah keadaan buruk menjadi lebih baik tanpa berinteraksi langsung. Ia mengajarkan ilmunya tanpa memaksa pembacanya. Ia menawarkan buah pikirnya untuk menjadi solusi alternatif bagi pembacanya. Sering sekali ditemui sebuah kesulitan yang tidak ditemukan pemecahan secara verbal. Justru kemudahan itu diperoleh ketika ia membaca tulisan orang lain. Menjadi penulis berarti menjadi pemikir. Ia akan berusaha memikirkan setiap ide dan gagasannya agar dapat diterima pembacanya. Ia selalu mencari pikiran-pikiran baru sehingga tercipta pribadi kreatif, inovatif, dan kritis. Penulis berusaha untuk menawarkan gagasannya agar sebuah situasi menjadi kondusif. Selain itu, sikap kritis itu sering memunculkan penilaian negatif. Situasi demikian sering dialami dan merupakan risiko menjadi seorang penulis. Seorang penulis adalah pribadi berkarakter kuat dan cerdas. Idealismenya tidak dapat dibeli. Ia akan berusaha untuk mempertahankan karakteristik tulisannya.
Karena sedemikian besar jasa seorang penulis, ia berhak untuk mendapatkan kemuliaan. Mengutip sebuah ayat suci yang menyatakan bahwa Tuhan akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, di situlah kebenaran akan ditemukan. Seiring dengan semangat berbaginya, seorang penulis diangkat tinggi-tinggi oleh pembacanya. Ia dijadikan rujukan melalui kutipan karya-karyanya. Pada masa modern, kemuliaan seorang penulis tidak hanya sebatas dikenal dan dikenang. Karya-karyanya akan dihargai tinggi oleh para penerbit. Mereka berhak atas royalti terhadap buku-buku atau karya tulis yang ditulisnya. Maka, sebenarnya menjadi penulis telah menjadi alternatif masa depan yang menjanjikan. Belum pernah ditemukan adanya seorang penulis yang miskin. Karena janji Tuhan memang pasti tidak akan diingkari sepanjang masa. Ayo membaca dan menulislah!

0 komentar:

Posting Komentar

PENGIKUT BLOG