Welcome to Mr. Aji's Site

Wise While On-Line, Think Before Posting

Blogger for Education and Culture

Sabtu, 11 Juni 2011

PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEMAMPUAN

Di dalam UU Sisdiknas tahun 2003 telah disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan secara spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Dapat Penulis simpulkan bahwa pendidikan itu hendaknya terprogram dan berkesinambungan membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi oleh pemerintah, jenjang pendidikan baik tingkat dasar, menengah dan tinggi seolah-olah telah menemukan paradigma baru yaitu semua hasil dari aktivitas pembelajaran dititikberatkan pada satu kemampuan akademis yaitu nilai atau angka. Dalam hal ini, siswa dikondisikan untuk mencapai nilai setinggi-tingginya, mereka harus berkompetensi dengan siswa yang lainnya. Namun, yang menjadi pertanyaan besar adalah sejauh mana nilai atau angka yang diperoleh itu bisa membawa kita kepada satu kompetensi khusus yaitu perilaku akhlaq dan terpuji. Sudah banyak kodisi yang riil banyak kita temukan di masyarakat banyak peserta didik yang meraih nilai masih menggunakan cara-cara yang kurang wajar sementara mereka menuntut ilmu dengan tujuan mereka kelak menjadi seorang ilmuan yang professional, terampil dan berprilaku indah nan terpuji. Sehingga mereka tidak mengenal apa itu norma dan etika dalam mencari ilmu untuk meraih nilai setinggi-tingginya, entah itu namanya nilai prestisius, fantastis, atau angka bagus. Sangat disayangkan, di lain pihak kita sering mendengar banyak guru menyampaikan kepada anak didik bahwa memperoleh nilai yang rendah dengan usaha sendiri itu lebih baik daripada memperoleh nilai tinggi dengan usaha-usaha yang kurang menghargai norma dan etika, misalnya menyontek, menyogok guru atau dalam bentuk kompromi lainnya.
Perlu diketahui bahwa pendidikan itu tidak hanya untuk mencerdaskan anak dalam satu kategori kecerdasan, misalnya hanya kecerdasan intelektual (IQ) tetapi juga untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasan lainya. Seperti kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan rasa (EQ). Para ahli psikologi menyebutnya sebagai Multiple Intelligence. Sebab, salah satu penyebab bangsa kita berlarut-larut dalam krisis juga karena bangsa kita miskin SQ atau tepatnya miskin akhlak. Karena itu hal-hal yang sifatnya spiritual juga menjadi sesuatu yang penting untuk terus dijaga dan dikembangkan melalui pendidikan. Termasuk juga membentuk semangat team work dan optimistik perlu dikembangkan di sekolah, misalnya bisa melalui kegiatan ekstrakurikuler, OSIS, dan keagamaan. Itulah sebabnya Ki Hajar Dewantara sejak awal mendirikan sekolah Taman Siswa juga mengedepankan pendidikan yang memekarkan rasa (sense of feeling).

Pembelajaran yang berbasis pencapaian target kurikulum pada kompetensi nilai atau angka itu hendaknya kita pola menjadi pencapaian target kurikulum yang berbasis kesadaran dan kemampuan. Setiap peserta didik itu merasa sadar bahwa apa yang mereka raih baik itu hasil maksimal maupun kurang maksimal, kompetensi itu semata-mata mencerminkan hasil dari jerih upaya sendiri yang harus dihargai dengan hati yang tulus dan ikhlas. Mereka diharapkan juga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan tingkat kemampuannya sehingga tidak ada istilah perbedaan antara siswa itu pintar dalam segala-galanya. Yang paling penting menurut hemat Penulis adalah bagaimana kita bisa menyeimbangkan kemampuan lahiriah dan batiniah. Sebab kedua hal tersebut merupakan kunci dan pilar yang menentukan sebuah pendidikan anak akan terbentuk dengan baik atau sebaliknya. Kita tidak akan melakukan hal-hal yang tidak baik dalam meraih suatu kompetensi bila hati kita juga sadar bahwa hal itu memang tidak pantas untuk dilakukan atau direncanakan karena kemampuan yang diperoleh itu adalah kemampuan yang kamuflase atau tiada arti
Pencapaian target kurikulum bukan satu-satunya indikator keberhasilan proses pendidikan, keberhasilan pendidikan hendaknya di lihat dari konteks, input, proses, output dan outcomes, sehingga keberhasilan pendidikan dapat dimaknai secara komprehensif. Semangat berkompetisi dan keinginan untuk menjadi siswa/siswi teladan, menjadi seorang Bintang, menjadi the best tentu saja tidak ada salahnya. Tapi pertanyaannya sekarang adalah sejauh mana dan bagaimana semangat kompetisi itu dimengerti dan diterapkan oleh para siswa kita (termasuk para orang tua dan gurunya juga). Prinsip keseimbangan (balancing) adalah kata kunci dalam hal yang amat penting ini. Bila prinsip seimbang bisa dipahami dengan benar (baca: dengan seimbang juga) maka penerapannya pun secara otomatis akan tercapai. Seperti halnya dengan sektor kehidupan kita lainnya, apabila prinsip seimbang ini bisa kita terapkan ke dalam proses pembelajaran para siswa kita, Penulis yakin akan menghasilkan sebuah hasil akhir yang secara relatif jauh lebih baik daripada pola pembelajaran berkompetisi tingkat tinggi yang kita saksikan selama ini. Prinsip seimbang ini pada dasarnya merupakan proses penajaman dimensi batiniah (akhlak, hati nurani, sukma) dan pembelajaran serta pengasahan hati dan akal budi, sekaligus proses pembelajaran dan penajaman sisi-sisi intelektualitas, daya nalar (logika), talenta seni yang masih merupakan sebuah daya/bakat terpendam (potential) dari setiap anak didik kita.
Melalui penerapan kurikulum yang bebasis kesadaran dan kemampuan serta prinsip seimbang ini, kita harapkan jumlah 'wong pinter kang bisane minteri' (orang pintar yang bisanya mengelabui atau berlaku curang terhadap orang lain) dan 'wong keminter' (orang yang sok pintar) bisa dibatasi jumlahnya (atau malah syukur kalau bisa dihilangkan). Bila Prinsip seimbang ini bisa diterapkan secara sungguh-sungguh, kita akan menjumpai siswa-siswi kita yang tak hanya pintar secara intelektual (IQ), memiliki tingkat kreatifitas seni tingkat tinggi, tapi sekaligus dibarengi dengan keluhuran akhlak indah nan terpuji dan kehalusan budi pekerti yang baik pula.

0 komentar:

Posting Komentar

PENGIKUT BLOG