Welcome to Mr. Aji's Site

Wise While On-Line, Think Before Posting

Mr. Aji's blog

Blogger for Education and Culture

Rabu, 11 April 2018

Pendidikan Karakter untuk Kemajuan Budaya dan Bangsa


Pendidikan nasional di Indonesia sekarang ini masih menghadapi berbagai persoalan. Capaian hasil pendidikan masih belum memenuhi hasil yang diharapkan. Pembelajaran di sekolah masih belum mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kepribadian utuh yang mencerminkan karakter dan budaya bangsa. Proses pembelajaran di sekolah masih menitikberatkan pada capaian kognitif semata. Sementara itu, capaian afektif (sikap) masih belum dikembangkan secara optimal untuk bekal hidup di masyarakat. Di dalam UU Sisdiknas tahun 2003 telah disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan secara spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Jadi, pendidikan itu hendaknya terprogram dan berkesinambungan membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Terkait dengan peserta didik sebagai warga negara, maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dengan wawasan kearifan lokal merupakan salah satu upaya mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri siswa untuk berpikir, bersikap, bertindak dalam mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara. Pertanyaannya: bagaimana upaya kita membangun dan menguatkan pendidikan karakter untuk kemajuan budaya dan bangsa dengan wawasan kearifan lokal? Ada beberapa langkah strategis yang bisa dilaksanakan oleh pelaku pendidikan di sekolah dan institusi pendidikan lainnya di masyarakat.

Upaya menguatkan pendidikan

Zaman sekarang, sekolah sudah bisa memberikan akses kemudahan bagi guru dan siswa untuk mempelajari teknologi secara mandiri. Dengan belajar teknologi, guru dan siswa akan merubah pola pikirnya demi menguatkan pendidikan. Pertama, inovasi kurikulum pendidikan. Dengan berkembangnya kemajuan teknologi informasi, guru dan siswa diharapkan bisa belajar, memanfaatkan dan meningkatkan peran teknologi berbasis e-learning sehingga menghasilkan teknologi tepat guna. Guru harus berpikir bagaimana mereka harus meng-upgrade dirinya untuk mengembangkan kemampuan atau skill yang dimilikinya. Perkembangan dunia semakin pesat. Tentunya kurikulum akan berubah secara dinamis mengikuti perkembangan zaman. Jika kurikulumnya (pembelajaran) tidak dinamis dan pemanfaatan teknologi informasi (IT) tidak bisa berkembang, maka kita (guru dan siswa) akan ketinggalan zaman. Sejalan dengan peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia, kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi para guru sudah saatnya ditingkatkan. Para guru harus mampu mengubah paradigma berpikir dan bertindak dalam menjalankan tugas sebagai pengajar dan pendidik. Ke depan guru tidak terjebak pada rutinitas tugas belaka, tetapi secara terus-menerus guru mampu meningkatkan mutu pendidikan dapat tercapai. Tanpa perubahan paragdigma dari para guru, sepertinya sulit dan hampir tidak mungkin mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat. Hal ini disebabkan guru berada di garda terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan kata lain, mendorong inovasi pembelajaran akan memberikan dampak yang baik pula terhadap peningkatan kemampuan atau skill pada guru dan siswa. Kedua, menciptakan budaya disiplin dan tepat waktu. Upaya penerapan pendidikan karakter di sekolah perlu didukung oleh semua pihak. Pendidikan karakter akan kuat apabila seluruh komponen sekolah (kepala sekolah, guru,siswa dan staf) saling memberikan tauladan yang baik dalam aspek kehidupan sekolah. Jangan berharap siswa bisa disiplin dan tepat waktu datang sekolah jika gurunya saja sering datang terlambat sekolah dan masuk kelas. Jangan pernah bermimpi siswa bisa mengerjakan tugas sekolah atau pekerjaan rumah kalau gurunya juga malas mengerjakan administrasi sekolah seperti membuat perencanaan mengajar dan media pembelajaran, dsb. Hal ini akan menimbulkan dampak buruk atau kemunduran perilaku bagi siswa menerapkan pendidikan karakter di sekolah dengan sepenuh hati. Kesimpulannya, pertanda awal kesuksesan guru dan siswa apabila mereka sama-sama melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan disiplin dan tepat waktu.

Langkah memajukan kebudayaan

Pelaksanaan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) tahun 2018 oleh pusdiklat Kemendikbud baru-baru ini telah menghasilkan beberapa rekomendasi penting. Rekomendasi ini diharapkan penguatan pendidikan karakter bisa menjadi model lingkungan budaya sekolah untuk bersama-sama menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan melalui komunikasi dua arah yang saling mendukung oleh pemerintah pusat dan daerah serta komunitas pendidikan dan kebudayaan. Oleh karena itu, perlu upaya atau langkah konkrit bagi pelaku pendidikan untuk memajukan kebudayaan. Pertama, mencintai budaya daerah (lokal). Menumbuh-kembangkan kecintaan siswa kepada budaya lokal sejak dini akan memberikan pemahaman kepada mereka bahwa budaya daerah merupakan aset bangsa yang perlu dijaga atau dilestarikan keberadaannya. Budaya daerah yang maju dan tetap terjaga kelestariannya akan menjadikan aset bangsa tersebut bernilai tinggi. Sehingga, budaya itu dapat memberikan kontribusi bagi ekonomi bangsa berkembang dengan baik. Kedua, menyusun kebijakan tentang kemajuan kebudayaan daerah dengan memberikan alokasi dana khusus. Anggaran tersebut bisa diperoleh dari APBN/APBD dan bantuan operasional kebudayaan lainnya. Hal ini sesuai dengan isu strategis dalam hal pembiayaan pendidikan dan kebudayaan oleh pemerintah daerah serta amanat UU nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan dan pasal 32 UUD 1945 tentang kebudayaan Indonesia. Ketiga, memberikan penilaian dan penghargaan atas budaya seseorang. Hal ini bertujuan menghilangkan stigma atau pemikiran negatif agar tidak ada istilah budaya mayoritas dan minoritas, maju dan tertinggal, budaya yang tinggi dan rendah, dsb. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebudayaan Indonesia itu memiliki multietnik dan multikultur. Bangsa ini kaya karena memiliki banyak aset budaya yang bernilai tinggi. Oleh karena itu, kita perlu mengenal adat istiadat dan budaya daerah masing-masing dengan terus menjaga kelestariannya dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Kesimpulannya, pemerintah pusat dan daerah perlu memberikan akses yang seluas-luasnya untuk aktivitas pendidikan dan kebudayaan melalui pemanfaatan sumber daya kebudayaan serta mendorong kebijakan sekolah menjadi model lingkungan budaya yang dalam kesehariannya sarat dengan nilai-nilai budi pekerti dengan kearifan lokal dalam rangka pelayanan pendidikan dan memajukan kebudayaan. Jika pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah sebagai bagian dari reformasi pendidikan berjalan dengan baik, maka tatanan kehidupan sosial dan budaya di sekolah dan institusi pendidikan lainnya di masyarakat akan berjalan dengan harmonis dan kondusif.
BACA SELANJUTNYA >> Pendidikan Karakter untuk Kemajuan Budaya dan Bangsa

Jumat, 05 Juli 2013

Selamat Datang Kurikulum 2013

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam perjalanan sejarah sejak 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami banyak perubahan, yaitu Rentjana Pelajaran 1947, Rentjana Pelajaran Terurai 1952, Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Suplemen Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seolah belum puas dengan pergantian kurikulum tersebut, pemerintah berencana untuk menerapkan sebuah kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013. Semua kurikulum tersebut pasti memiliki kelemahan (sisi hitam) dan keunggulan (sisi putih), begitupun dengan Kurikulum 2013. Berikut ini adalah sisi hitam dan sisi putih Kurikulum 2013.

Beberapa kelemahan (sisi hitam):

1. Kurikulum 2013 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional karena penekanan pengembangan kurikulum hanya didasarkan pada orientasi pragmatis. Selain itu, kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.

2. Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.

3. Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada dikesampingkannya mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata pelajaran non-UN juga memberikan kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan.

4. Pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar. langkah ini dinilai tidak tepat karena rumpun ilmu mata pelajaran-mata pelajaran itu berbeda.

5. Perubahan kurikulum yang ada saat ini hanya fokus pada materi ajar saja. Sementara aspek pedagogik atau metode pengajaran yang dilakukan di sekolah tidak mengalami perubahan yang signifikan. Tanpa merevisi aspek guru dan pedagogiknya. Sebagus apapun materi ajar tidak akan diserap optimal oleh peserta didik tanpa pola ajar yang baik. Dalam masalah ini, secara sosiologi pendidikan, ini terkesan ada pemaksaan terhadap guru atas tuntutan kurikulum ini. Guru selalu dipandang semata sebagai pelaksana kurikulum. Padahal, guru pun berhak ikut memikirkan kebijakan yang baik untuk pendidikan.

6. Berkaitan dengan penambahan jam belajar siswa, perlu juga dipikirkan bagaimana makan siang anak. Apakah sekolah siap menyediakan? Kebosanan anak-anak terhadap aktivitas belajar yang semakin panjang perlu diperhatikan. Demikian juga dampaknya pada aktivitas anak seusai sekolah, seperti madrasah sore hari serta kursus atau les untuk pengembangan bakat dan minat yang tak diakomodasi sekolah. Ketika jam belajar bertambah panjang, yang utamanya apakah guru sudah siap berubah dengan pembelajaran yang menyenangkan dan kreatif?

Sdangkan beberapa keunggulan (sisi putih) diantaranya:

1. Secara konsep, kurikulum baru ini menawarkan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang sebelumnya. Kurikulum 2013 merupakan asli Indonesia, tanpa terkontaminasi dengan kurikulum di negara lain, jadi akan lebih menunjukkan jati diri bangsa Indonesia, hal ini seperti yang pernah dikatakan oleh Mendikbud RI, Prof. Muhamad Nuh.

2. Kurikulum 2013 diharapkan mampu menghasilkan generasi emas yang mempunyai sifat produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Para siswa diharapkan mampu mengamati, menyimak, melihat, membaca, mendengar, bertanya, bernalar, mencoba, dan mengkomunikasikan.

3. Mata pelajaran agama mengalami penambahan materi. Untuk substansi, ditambah dengan materi budi pekerti, sehingga namanya menjadi Pendidikan Agama dan Budi Pekerti sehingga akan Memperkuat religiusitas dan budi pekerti. Upaya tersebut bisa maksimal jika disertai dengan metode pembelajaran yang bermutu dan keteladanan dari guru.

4. Pada kurikulum 2013, Mendikbud menjamin, tidak akan ada buku yang diperjualbelikan. Nantinya, para murid akan langsung menerima buku pelajarannya secara cuma-Cuma alias GRATIS. Orang tua siswa pun tidak akan direpotkan dengan membeli buku saat menyekolahkan anaknya nanti.

5. Upaya untuk memaksimalkan potensi guru dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa, di kurikulum 2013 adalah guru tidak lagi dibebani untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Silabus. Tugas tersebut diambil alih oleh pemerintah. Pengambilalihan tugas tersebut, bukan untuk memotong kreativitas guru karena silabus yang dirancang pemerintah merupakan satuan minimal yang masih bisa dikembangkan oleh masing-masing guru.


BACA SELANJUTNYA >> Selamat Datang Kurikulum 2013

Rabu, 09 November 2011

Sertifikasi Guru: Fit and Proper Test or Fee and Property?

Profesionalisme adalah sebuah kata yang tidak dapat dihindari di era globalisasi yang semakin menguat dewasa ini. Persaingan yang semakin kuat dan proses transparansi di segala bidang merupakan salah satu ciri utamanya. Guru yang profesional harus mampu melakukan terobosan dan perubahan, tak terkecuali perubahan paradigma dalam mengajar.
Ketika ide sertifikasi pendidik dikomunikasikan ke publik, banyak kalangan merespon positif rencana program sertifikasi ini. Bagi para pendidik, sertifikasi ini disambut antusias karena sebagaimana dijanjikan pemerintah, sertifikasi bisa menjadi awal meningkatnya kesejahteraan mereka. Dengan demikian, sertifikasi ini bisa menjadi momentum yang baik bagi para pendidik kita untuk ‘memperbaiki nasib’ mereka. Bagi kelompok pemerhati pendidikan nasional, sertifikasi ini juga ditunggu, karena kalau dilaksanakan dengan benar, bisa menjadi starting point untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Secara teori, sertifikasi meliputi segala penilaian terhadap tenaga pendidik mulai dari pengalaman mengajar minimal empat sampai lima tahun, jenjang pendidikan minimal S1, melengkapi berkas portofolio serta mengikuti training selama hampir dua minggu. Lalu dengan berbagai persyaratan diatas, apakah ketika seorang guru telah lulus sertfikasi bisa dikatakan sebagai guru yang profesional?
Faktanya, banyak guru yang menjadikan sertifikasi ini sebagai ajang mengejar "uang gratis" dari pemerintah yang diberikan setelah lulus portofolio dan mengikuti training. Akhirnya, tujuan utama dari sertifikasi yang digarap pemerintah mulai kabur. Banyak guru yang dengan bangganya mengumpulkan sertifikat "aspal" asli tapi palsu (asli didapat dari penyelenggara kegiatan tetapi palsu karena tidak ikut serta di dalamnya). Padahal jika isi kegiatan/seminar tersebut bisa memberi kontribusi nyata bagi pendidikan, mengapa mereka hanya ingin mendapatkan sertifikatnya saja?apakah pola berfikir seperti ini yang bisa membuat bangsa lebih maju di tangan para pendidiknya?
Sebaiknya guru yang tidak lulus sertifikasi tidak perlu didiklat atau dipaksakan lulus. Selain biaya yang dikeluarkan pemerintah sudah cukup besar untuk proyek pelatihan, guru akan seenaknya maju sertifikasi tanpa bekal yang cukup, yang penting lulus sertifikasi walau kena diklat. Ini mirip anak yang tidak lulus Ujian Nasional, lalu disuruh ikut ujian susulan. Sebaiknya pemerintah membuat aturan guru yang maju sertifikasi harus siap segalanya, baik data, sertifikat, karya tulis, dll. Bila tidak siap, guru tidak usah maju sertifikasi dan harus mempersiapkan diri dulu dengan matang (fit and proper test). Kalau memang tidak lulus ya tidak lulus, tidak perlu di diklat. Bila tidak lulus guru bisa maju tahun yang akan datang. Jalur portofolio tidak selamanya jelek. Bagi guru yang benar-benar berkualitas jalur portofolio bisa digunakan untuk unjuk kemampuan guru. Banyak guru yang masih jujur. Program sertifikasi guru juga tidak menjamin guru jadi profesional. Ukuran profesional bukan dilihat dari sertfikasi/selembar sertifikat pendidik, tapi banyak aspek yang mempengaruhi. Di lapangan banyak guru yang berkualitas walau tidak ikut sertifikasi. Jadi jangan mengatakan bahwa guru yang tidak ikut sertfikasi bukan guru profesional. Ukuran profesional untuk guru di Indonesia masih jauh dari harapan, karena pendidikan di negeri ini banyak dikaitkan dengan kepentingan proyek, dan ujung-ujungnya uang. Jujur saja di lapangan banyak guru setelah ikut sertifikasi bukan tambah baik mengajarnya, bahkan ada yang seenaknya sendiri dalam mengajar, yang penting dapat TPP/uang tunjangan (fee and property). Bahkan yang lebih memprihatinkan uang tunjangan (TPP) digunakan untuk kepentingan yang tidak menunjang profesinya, misalnya untuk bayar utang, beli sepeda motor, nyicil rumah, dsb. Memang tidak ada larangan orang menggunakan uang tunjangan (TPP), tapi seharusnya tunjangan profesi diberikan dalam rangka untuk membiayai kegiatan guru dalam mengajar yang memerlukan dana banyak. Mustahil pendidikan yang berkualitas tanpa biaya.
Bukankah dana yang diberikan seharusnya digunakan untuk menunjang sarana dan prasarana guru dalam mengajar? Jika setiap guru yang disertifikasi membeli laptop dari dana belasan juta tersebut maka program one teacher one laptop akan segera terealisasi dan kegiatan belajar dengan multi media bisa diterapkan sehingga tidak monoton dan klasikal. Namun kenyataannya, sudah berapa banyak guru yang benar-benar menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pendidikan? Kalau sudah begini, apakah sertifikasi efektif meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia? Semoga kita bisa mencari solusi terbaiknya.
BACA SELANJUTNYA >> Sertifikasi Guru: Fit and Proper Test or Fee and Property?

Kamis, 06 Oktober 2011

Musik dan Teman Belajar



Pernahkah kita mencoba untuk berkonsentrasi dalam belajar, tapi seberapa keraspun anda mencoba untuk konsentrasi, pikiran kita tetap melayang-layang ke mana-mana. Ini terjadi, karena ketika kita belajar, otak kiri kita aktif, namun otak kanan menganggur. Tahu akibatnya? Otak kanan kita mencari 'pekerjaan'. Itu sebabnya kita melayang kemana-mana pikirannya. Mengerti?
Jadi, kita harus kondisikan agar kedua otak ini aktif secara bersama-sama. Dengan apa? Dengan musik tentunya. Tapi, musik yang bagaimana?

Syarat untuk musik yang bisa kita gunakan sebagai teman belajar haruslah
  1. Tidak Mengandung Lirik. Musik dengan lirik, akan mengacaukan informasi yang masuk ke otak kita. Informasi yang kita terima, akan bercampur dengan lirik lagu, sehingga terjadi lebih sulit untuk diingat. Hal ini, berlaku juga untuk lagu berlirik, yang diinstrumenkan. Meski tinggal nadanya saja, tapi pikiran kita akan menyanyikan liriknya. Jadi, lagu berlirik, BUKAN UNTUK BELAJAR!
  2. Lagu Harus Bersifat Netral. Jika lagu bersifat sedih, bersifat mellow, walah... jangan harap bisa belajar. Lagu itu BERBAHAYA. Ia memengaruhi emosi kita dengan tempo bpm (bit per menit)-nya. Lagu memengaruhi detak jantung, dan terkadang, merangsang otak untuk mengeluarkan hormon-hormon tertentu. Jika lagu sedih, kita bisa ikut sedih dan jika semangat kita bisa ikutan semangat.
  3. Audio Player Harus Bagus. Apalah gunanya jika lagunya bagus, merangsang otak untuk belajar, tapi sound system-nya jelek. Malah merusak konsentrasi saja! Jadi, mulai dari sekarang gunakan audio player dengan kualitas baik. Ingat, baik tak harus mahal.
Nah, dari syarat di atas, musik paling cocok untuk menemani kita belajar adalah:
  1. Musik Baroque. Musik ini tak berlirik dan sifatnya netral. Musik ini membuat otak kita rileks. Ini musik yang cocok untuk belajar. Penelitian membuktikan, musik Baroque mengaktifkan otak kanan, hampir sama dengan aktifnya otak kiri ketika kita belajar. Jadi, ini pilihan tertepat.
  2. Musik Mozart. Musik ini tak kalah dengan musik baroque. Penjelasannya, sedikit banyak seperti penjelasan mengenai musik baroque di atas, lah.... (malas ngetik mode on)
Tapi, tak hanya itu yang perlu kita perhatikan. Kita harus bisa membedakan musik Baroque dan tempat meletakkannya di tempat yang tepat. Musik Baroque sendiri dibagi menjadi 2.
  1. Quick Baroque (antara 100-140 bpm). Baik untuk tipe diskusi, brainstorming, dan untuk memunculkan ide-ide kreatif. Dengan bpm-nya yang tinggi, hal ini membuat jantung berdetak cepat, menjadikan kita semangat dan bertenaga!
  2. Slow Baroque (antara 55-70 bpm). Ini cocok jika kita ingin memasukkan informasi. Dengan tipe bpm rendah, musik ini melambatkan detak jantung, dan merilekskan diri kita. Cocok untuk belajar sendiri di dalam kamar, apalagi menjelang ujian seperti ini. Huehuehue....
Musik untuk belajar yang baik, harus mampu mengubah gelombang otak kita dari beta (aktif) menjadi alpha (sensai ketika mau tidur) dan sebaliknya. Memori tersimpan ke pikiran bawah sadar maupun ke memori jangka panjang ketika kita tidur. Nah, pengalihan gelombang dari beta ke alpha, alpha ke beta, akan mempermudah kita untuk mengingat informasi. Ini alasan kenapa saya menyarankan musik Baroque, karena IA MEMENUHI SYARAT INI!

Sebenarnya, bahasan mengenai musik untuk metode pembelajaran sangat banyak. Bisa tekor aku kalo harus mengetikkan semua yang ada di otakku. Untuk sementara, ini aja deh.

Oh iya, musik, selain membantu kita untuk mengefisienkan proses dan waktu belajar, jga bisa kita gunakan sebagai jangkar ketika kita ingin mengingat informasi yang sulit diingat. Misal, kita belajar kimia dengan lagu 'Clarinet Quintent in A'-nya Wolfgang Amadeus Mozart. Suatu ketika, kita lupa kimia kita. Tenang saja, putar kembali lagunya, dan rasakan ingatan anda mengenai kimia yang juga terputar ulang. Huehuehue.....

Hal yang tak kalah penting dalam proses belajar adalah, kita harus mampu menyambungkan informasi baru yang kita pelajari dengan informasi sebelumnya. Otak bekerja dengan membuat kaitan. Jadi, kreatiflah! Kaitkan informasi baru dengan informasi lama. Hal ini juga membuat informasi baru lebih awet berada di otak.

Mari kita simpulkan, apa yang telah kita pelajari. Intinya, GUNAKAN MUSIK SEBAGAI BAGIAN PROSES PEMBELAJARAN! Mengenai musiknya, menyusul atau anda cari sendiri di Google.

P.S: Postingan ini, permintaan dari seseorang dan saya tak punya cukup waktu untuk menuliskan segala yang kutahu untukmu. Huehuehue.... Jadi, yang penting-penting saja yang kutulis.

P.P.S: Tulisan kupersembahkan untuk seluruh siswa di Indonesia yang membutuhkan. Selamat belajar!
Dan, bagi siapapun yang dengan sengaja meng-copas hal yang telah saya tulis dengan mudah-payah ini, akan saya buat menyesal! Saya mau berbagi, tapi tak mau dirampok. Jadi, jika ingin menyalin hal ini, sertakan link ke postingan ini (ingat, postingan ini, bukan homepage!). Kemudian, sertakan kalimat seperti ini, "Tulisan di atas, bukan dari saya sendiri, lho... tapi dari Syamsul Alam." Huehuehue.... Tapi, jika ingin mengambil tulisan ini sebagai bahan referensi, silahkan.... Sekali lagi. Saya cinta berbagi ilmu, tapi tak ingin di rampok!

Mari menjadi kreatif dan pintar dengan tidak mencuri pikiran orang lain dan mengklaimnya sebagai milik sendiri. Mari menjadi manusia yang sebaik saya.



BACA SELANJUTNYA >> Musik dan Teman Belajar

Rabu, 28 September 2011

Penyakit yang Rentan Diderita Guru

Apakah para guru banyak yang bertanya dalam hati? Mengapa siswanya tidak pintar, cenderung malas, kurang bergairah, suka mengantuk di kelas meskipun gurunya merasa sudah mengerahkan segala tenaga. Apa lebih mudah menimpakan kesalahan kepada siswanya, bahwa siwanya memang bodoh. Menurut ilmu psikologi pendidikan, tidak ada siswa bodoh. Hanya tingkat kemampuan berpikirnya saja yang berbeda.  Menurut hemat Penulis adalah masalah besar yang menjadi perhatian dunia yaitu proses cara belajar anak didik dimana seorang guru mempunyai kemampuan mentransfer ilmu kepada anak didiknya.
Kekesalan guru yang melihat siswanya tidak segera mengerti ketika diajar sebenarnya cerminan guru itu sendiri. Boleh jadi ada penyakit pada guru sehinggu ilmu yang disampaikan tidak merasuk dalam otak siswa. Beberapa penyakit guru itu diantaranya:
1.      Tipus: tidak punya selera.
Guru tidak punya gairah mengajar yang baik untuk mendidik siswa dengan ihklas dan sepenuh hati. Orientasinya bukan kepada mutu, tapi pada gaji. Tak selamanya kepuasan itu diukur dengan materi tapi kepuasan batin/hati yang lebih diutamakan
2.      Asma: asal masuk kelas.
Guru seenaknya masuk kelas atau sekolah tanpa ada keterangan yang jelas. Masuk tidak masuk kelas adalah hal yang biasa dengan cukup memberikan tugas catatan kepada siswa sementara guru sibuk dengan urusannya masing-masing.
3.      Asam urat: asal sampaikan materi, urutan kurang akurat.
Akan lebih baik bila sebelum mengajar membuat perencanaan terlebih dahulu. Materi dan metode apa yang cocok untuk dilakukan di dalam kelas sehingga tercipta urutan skenario pembelajaran yang bermakna. Tidak heran jika kemudian kebanyakan guru kerap irit penjelasan di kelas dan murid dibiarkan dalam kebingungan. Tidak jarang juga guru memasang tampang dingin, menjaga jarak dengan murid, suka marah, galak, keras, bahkan cenderung mengintimidasi murid saat mengajar.
4.      Kudis: kurang disiplin
Masih banyak guru yang datang terlambat ke sekolah karena berbagai alasan yang sebenarnya bisa diatasi misalnya bangun kesiangan, telat datang karena tidak ada kendaraan, mengurusi anak kecil, dsb. Oleh karena itu, manajemen waktu sangat diperlukan untuk menumbuhkan rasa disiplin dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik.
5.      Lesu: lemah sumber
Bagaimana mungkin seorang guru menjadi professional bila tidak dapat membaca atau mendapatkan sumber referensi atau literatur yang up to date. Sebaliknya, kita menyuruh siswa untuk terus belajar giat di rumah dengan membaca banyak buku referensi.
6.      TBC: tidak bisa Computer
Bukan zamannya lagi seorang guru tidak paham komputer. Kecanggihan teknologi yang sudah modern sudah sangat mudah diperoleh dengan mengakses semua informasi yang up to date. Sebaliknya, siswa sekarang sudah pintar mengenal apa yang namanya blog, website, facebook, twitter dan sejenisnya, sementara gurunya masih belum paham mengikuti perkembangan zaman yang sudah canggih
7.      Diare: di dalam kelas, anak-anak diremehkan
Tak selamanya guru itu memposisikan sebagai orang yang paling pintar, tapi bagaimana guru itu bisa menempatkan dirinya sebagai orang yang bisa bekerja sama dan berbagi ilmu pengetahuan dengan anak didiknya. Tak sedikit beberapa ide cemerlang yang dilontarkan banyak siswa yang bisa menjadi inspirasi bagi guru untuk mengembangkan keterampilan yang ada. Guru sekedar menyampaikan pemahamannya tentang apa yang dibacanya dari buku pelajaran kepada murid-muridnya dan cenderung abai terhadap sentuhan sisi manusiawi.
Jika penyakit ini tidak segera dihilangkan, jangan harap siswa bapak/ibu guru menjadi pintar. Padahal guru sejatinya adalah seorang pendidik yang seharusnya tidak hanya mengajar, tetapi juga bisa menjadi inspirasi bagi muridnya untuk maju. Semoga.
BACA SELANJUTNYA >> Penyakit yang Rentan Diderita Guru

PERLUKAH FIT AND PROPER TEST GURU?

Istilah fit and proper test sering kita baca atau dengar di berbagai media massa. Fit and proper test diadakan untuk mencari individu yang layak dan pantas untuk menduduki jabatan tertentu. Calon anggota KPK, Hakim Konstitusi, KPID diuji fit and proper test dan yang masih hangat tentu saja fit and proper test untuk memilih gubernur Bank Indonesia (BI) oleh anggota DPR RI.
Guru sebagai lini terdepan yang bertanggung jawab terhadap tinggi rendahnya mutu pendidikan di Indonesia sudah seharusnya menjalankan fit and proper test. Bagaimana bentuk fit and proper test untuk guru ini, sudah dan perlukah diadakan?
Sekolah non-pemerintah yang dikelola yayasan atau lembaga pendidikan banyak yang telah melakukan fit and proper test untuk kandidat guru mereka. Istilah yang mereka gunakan memang bukan fit and proper test, tapi esensinya sama.
Untuk menjadi pengajar di sekolah yayasan atau lembaga tersebut seorang calon guru harus menghadapi serangkaian tes atau ujian. Mulai dari tes tertulis, praktik mengajar hingga wawancara. Jadi kelayakan dan kepantasan seorang calon guru benar-benar terlihat. Kandidat guru yang lulus akhirnya memang menunjukkan kualitasnya sebagai pengajar dan pendidik.
Guru tersebut layak sebagai seorang pengajar yang dibuktikan dengan penguasaannya terhadap materi pelajaran dan kemampuannya mengajar atau transfer of knowledge yang mumpuni. Ia juga pantas sebagai seorang pendidik yang terlihat dari kematangan emosi dalam menjalankan profesinya. Kombinasi kemampuan tersebut sangat bermanfaat bagi siswa dalam proses belajar mengajar. Bila sekolah memiliki guru yang layak dan pantas  menjadi pendidik dan pengajar untuk semua mata pelajaran, maka peningkatan mutu dan kesuksesan adalah tinggal masalah waktu untuk mencapainya.  
Berbeda dengan sekolah swasta (guru non-PNS) yang dapat dengan mudah menjalankan fit and proper test bagi calon guru, sekolah negeri agak kesulitan menjalankannya. Tes penerimaan guru PNS sistemnya masih bersifat global. Para calon guru hanya diberikan soal yang sama dengan calon PNS dari berbagai bidang lainnya. Tidak ada tes mengajar yang merupakan ciri khusus seorang pengajar maupun tes wawancara. Akibatnya seorang guru berbakat bisa saja tidak lulus sedangkan orang yang kurang memiliki kemauan dan kemampuan menjadi guru malah lulus. Ironis memang.
Atas nama mutu pendidikan, maka sistem penerimaan guru PNS harus diubah. Paling tidak ada tiga tahap pengujian agar guru yang lulus seperti yang diharapkan. Yang pertama adalah tes kemampuan mata pelajaran yang akan diajarkan calon guru. Ia harus menguasai bidang studi tersebut dengan sangat baik. Semakin pintar semakin baik.
Berikut adalah kemampuan calon guru dalam menyampaikan pelajaran yang harus diuji. Calon guru harus dapat mempresentasikan pendekatan, metode dan teknik mengajar yang baik. Tidak ada artinya seorang calon guru yang sangat pintar tapi tidak mampu mentransfer dan menyampaikan ilmu pengetahuan yang mereka miliki kepada siswa.
Yang terakhir adalah wawancara dan tes psikologi. Tahap ini sangat penting. Oleh karena itu panitia penerimaan calon guru PNS sebaiknya bekerja sama dengan lembaga psikologi yang sudah berpengalaman. Pada sesi tes ini harus dapat diketahui dengan pasti apakah calon guru memiliki kesungguhan dan sikap yang baik untuk menjadi seorang pendidik dan pengajar. 
Dalam tes wawancara ini rentan akan kecurangan. Ada kemungkinan calon guru yang akan diwawancarai merupakan keluarga dan kenalan pewawancara. Oleh karena itu, pewawancara haruslah seseorang yang memiliki kualitas dan integritas. Dia harus dapat membedakan mana tugas dan mana urusan kekeluargaan dan kekerabatan. Sehingga hasil tes wawancara dapat berjalan objektif. 
Bila ketiga tahapan fit and proper di atas dijalankan dengan baik dan benar, maka Insya Allah kita akan mendapatkan guru yang bukan hanya menguasai materi dan metode mengajar yang baik tapi juga memiliki sifat dan sikap yang baik. Tentu guru dengan kualitas demikian yang kita cari untuk menjadi ujung tombak dalam proses belajar mengajar (PBM) di ruang kelas untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia. 
BACA SELANJUTNYA >> PERLUKAH FIT AND PROPER TEST GURU?

Rabu, 06 Juli 2011

Sekolah Baru, Teman Baru dan Suasana Baru

Tidak terasa masa liburan udah usai dan pelajar pun kembali ke sekolah untuk menjalani aktivitas seperti biasanya. Setelah kurang lebih dua minggu menikmati liburan, kini mereka kembali ke bangku sekolah untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya.

Bagi pelajar yang naik kelas, ini saatnya kalian kembali bertemu dengan teman-teman khususnya teman sekelas dan bersua dengan bapak-ibu guru sembari menikmati pelajaran nantinya. Khusus pelajar kelas satu atau anak baru, ini saatnya menikmati aktivitas sekolah di sekolah yang baru pula.

Setelah melalui proses panjang dan melelahkan, saat yang melegakan dan paling ditunggu-tunggu adalah memasuki sekolah baru. Apalagi jika masuk di sekolah yang udah lama kita idam-idamkan. Bukan hanya gedung baru, tetapi suasana dan lingkungan serta teman-teman dan staf pengajar turut melengkapi kebahagiaan itu.

Semua itu akan lebih indah lagi saat menikmati sekolah dalam tingkat/jenjang yang berbeda. Sebelum menjalani proses belajar mengajar, biasanya mereka berkenalan dan beradaptasi dulu dengan sekolahnya. Hal itu akan mereka dapatkan ketika ngejalani Masa Orientasi Siswa (MOS).

Sejatinya MOS adalah kesempatan bagi siswa berkenalan dengan teman-teman dan bapak-ibu guru baru serta beradaptasi dengan suasana dan lingkungan sekolah yang berbeda pula.

Karena itu, kesempatan ini harus dimanfaatkan pihak sekolah membuat para siswa baru benar-benar nyaman dengan lingkungan barunya. Ini sangat penting, mengingat kesan pertama akan sangat berpengaruh bagi perkembangan siswa ke depannya.

Pencapaian tahun lalu bisa dijadikan evaluasi dan cerminan agar tahun ini pendidikan yang disajikan bagi anak didik lebih berkualitas. Pendidikan yang mencerdaskan sekaligus menghasilkan anak didik berdaya saing dan memiliki potensi.

 Momen-momen menjelang hari pertama itu tentu diwarnai semangat menggebu-gebu dari siswa baru. Pasalnya, mereka akan memasuki kelas baru, berkenalan dengan teman baru dan bertemu guru baru pula. Berada pada situasi yang berbeda tentu memacu gejolak dari masing-masing pribadi.

Untuk ini, diperlukan semacam persiapan mengahadapi sekaligus berinteraksi positif dengan lingkungan baru tersebut. Di samping senang, umumnya para siswa baru merasa cemas, grogi, nggak pede dan khawatir. Tetapi nggak usah takut menghadapinya, karena itu semua hanya ngelatih mental aja.

Selain teman-teman baru, persaingan baru juga nantinya akan mewarnai para siswa baru. Menaiki jenjang pendidikan dan berada dalam satu kelas dengan tingkat prestasi yang berbeda-beda setidaknya juga menjadi perhatian siswa baru. Mungkin terbesit rasa takut nggak bisa berprestasi seperti dulu, namun semua pasti baik-baik aja.

Terlepas itu, tahun ajaran baru harus dimanfaatkan semua lembaga pendidikan agar kualitas pendidikan di Indonesia membaik. Sehingga para siswa mengalami perkembangan baik bagi diri mereka sebagai anak didik maupun orang-orang yang mengenyam bangku sekolahan.

SELAMAT DATANG SISWA BARU
BACA SELANJUTNYA >> Sekolah Baru, Teman Baru dan Suasana Baru

Senin, 20 Juni 2011

Liburan di Kampung Inggris Pare Kediri, Pulang Cas Cis Cus kaya Bule

Musim ujian akhir semester telah berakhir, saatnya menyambut dengan gembira tibanya musim liburan panjang. Liburan merupakan saat yang tepat untuk bersantai-santai untuk menghilangkan kejenuhan dan kepenatan setelah ujian, serta menyegarkan kembali pikiran. Meski begitu ada baiknya jika liburan panjang diisi dengan kegiatan yang produktif. Banyak kegiatan yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi liburan—tidak perlu mahal, asal menghasilkan—misalnya dengan menjadi backpacker dan travelling mengelilingi keindahan dari kota satu menuju kota lainnya, atau mengikuti kursus bahasa Inggris di kampung Inggris.
Tidak berlebihan memang menyebut beberapa dusun di Desa Tulungrejo dan Desa Pelem dengan sebutan kampung inggris. Kampung inggris terletak di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Meskipun terkesan terpencil dan nyelempit, tetapi ajaibnya kedua desa ini sudah terkenal di kalangan kampus di Indonesia. Bahkan Pare bagaikan kawah candradimuka bagi siapa saja yang ingin dapat mendalami bahasa Inggris serta ber-cas-cis-cus bahasa Inggris secara lancar. Hebatnya lagi promosi itu tidak menggunakan brosur yang disebar ke penjuru kampus, tapi cukup hanya melalui getok tular atau dari mulut ke mulut saja.
Meski Kampung Inggris sebutannya, tetapi jangan dibayangkan ada banyak bule yang tinggal disini—bahkan tidak ada satupun bule yang dapat ditemukan di wilayah Kampung Inggris. Kampung ini tersohor dengan julukan Kampung Inggris karena terdapat lebih dari 80-an tempat kursus bahasa inggris, di samping itu juga terdapat segelintir tempat kursus bahasa Mandarin, Jepang, Korea.
Suasana di Kampung Inggris sangat kondusif untuk memperdalam bahasa Inggris. Jangan heran apabila terdapat Warung Pecel yang menggunakan bahasa Inggris untuk melayani pelanggannya, atau terdapat beberapa kelompok remaja yang bercakap-cakap menggunakan bahasa Inggris di sepenjang jalan kampung, bahkan akan sering ditemui remaja yang sedang menghafalkan kosa kata dan percakapan bahasa inggris. Maka tidak heran jika kampung ini dipenuhi oleh ribuan muda-mudi dari seluruh pelosok Indonesia yang dengan tujuan yang sama, yakni memperlancar bahasa inggris dari tingkat dasar.
Tidak sedikit mahasiswa yang menghabiskan liburannya di Kampung Inggris, bahkan ironinya jarang ditemui mahasiswa asal Kediri sendiri yang mengikuti kursus. Rata-rata mahasiswa yang mengambil kursus di kampong inggris berasal dari kota Malang, Surabaya, Jogjakarta, Bandung, Jakarta bahkan banyak mahasiswa yang berasal dari luar pulau Jawa seperti Aceh, Jambi, Manado, dan Makassar.
Secara umum terdapat beberapa klasifikasi program yang ditawarkan pada setiap tempat kursus, antara lain : Pronunciation, Speaking, Grammar and Syntax, Writing, Translation, TOEFL/IELTS preparation, setiap klasifikasi program dibagi lagi berdasarkan tingkat kesulitan mulai dari tingkat yang paling dasar hingga paling tinggi. Lama periode kursus pun beragam, ada yang 1 atau 2 bulan, tetapi periode yang paling cepat adalah 2 minggu. Mengenai biaya kursus pun beragam antara 30 – 150 ribu, hal ini tergantung tingkat kesulitan dan lama periode program yang diambil.
Terdapat beberapa tempat kursus yang menyediakan program speaking antara lain: Daffodil, Access, Webster, Ocean, Mahesa, Harvard, Marvelous, dll. Kelas speaking akan menitikberatkan pada kemampuan untuk mengeluarkan ide dalam bahasa inggris—asal berani berbicara dalam bahasa inggris, tanpa takut salah secara grammatikal. Kelas speaking akan diisi dengan kegiatan diskusi, debat, presentasi, mendengarkan lagu, dll.
Untuk program pronunciation atau program senam mulut, akan dipelajari tentang bagaimana cara berbicara seperti native speaker selain itu juga akan diberi tahu bagaimana cara membaca kamus beserta tanda bacanya. Kelas pronunciation disediakan oleh Daffodil, Access, Marvelous, Smart, Ocean.
Sedangkan ada beberapa tempat yang genrenya adalah grammar, antara lain Elfast, Smart, Kresna, Mahesa, dll. Di tempat ini akan diajarkan grammar dan sintaksis mulai dari tingkat dasar, seperti : Part of speech, tenses, seven summaries (konsep 2 kejadian), modals, clausa, comparison degree, gerund, dll.
Jika ingin mengambil kelas TOEFL/IELTS, alangkah baiknya jika sudah memiliki kemampuan gramatikal dan sintaksis yang baik, sehingga dapat mendukung dan memperlancar pemahaman mengenai TOEFL/IELTS. Di kelas TOEFL/IELTS terdapat 3 hal penting yang dibahas yaitu structure and written, listening dan reading. Kelas TOEFL dibuka di Elfast, Smart, Kresna, Mahesa, dll. Meski begitu, jangan khawatir apabila tidak mengambil kursus di beberapa tempat kursus di atas, karena tempat kursus yang lain juga menyediakan program yang sama beragam dan sama kualitasnya.
Setiap tempat kursus membuka dua periode pendaftaran kelas baru dalam satu bulan, yakni setiap tanggal 10 dan 25.  Tetapi ada beberapa kelas yang hanya dibuka pada periode tanggal 10, dan tidak pada periode 25. Jadi apabila berencana untuk mengambil kursus, lebih baik mendaftar pada periode tanggal 10 karena pilihan kelas yang ditawarkan lebih banyak macamnya. Bagi calon pendaftar yang tidak bisa mendaftar langsung karena kendala jarak dan waktu dapat mendaftar langsung ke tempat kursus via telepon.
Setelah mendapatkan tempat kursus, dapat dilanjutkan dengan mencari tempat tinggal. Ada dua pilihan untuk tinggal, yaitu kos biasa atau asrama (camp). Untuk kos memiliki tarif antara 70 – 80 ribu setiap bulannya. Sedangkan untuk camp atau dalam arti English Area memiliki tarif antara 125 – 200 ribu. Camp adalah tempat kos dimana penghuninya wajib menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari misalnya untuk meminjam barang, ingin masuk kamar mandi atau hal sepele lainnya. Fasilitas lain di camp adalah program kuliah subuh—yang diisi dengan hafalan kosa kata baru—dan program setelah magrib yang diisi dengan debat, diskusi tentang film, dll. Bagi yang ingin mendalami speaking, tinggal di camp bisa menjadi pilihan yang tepat.
Biaya hidup di Kampung Inggris juga tidak memberatkan kantong anak kos, tidak jauh beda dengan biaya hidup rata-rata di kota lain di Jawa Timur. Sekali makan rata-rata 4 – 5 ribu rupiah termasuk dengan minumnya. Jangan lupa, sediakan pula budget untuk membeli buku seperti referensi dan kamus. Buku selain dapat membantu dalam proses belajar, juga dapat dibeli dengan harga amat miring dengan kualitas yang tidak jauh beda dengan buku yang dijual di toko buku.
Jadi, mengapa harus pikir-pikir lagi untuk menghabiskan waktu liburan di Kampung Inggris? Suasana belajar bahasa Inggris di Kampung Inggris dijamin sangat kondusif untuk memperdalam bahasa Inggris, tidak perlu takut salah untuk memulai bercakap-cakap dengan bahasa Inggris. Ingat pepatah: bisa karena biasa. Tidak berlebihan rasanya bila Kampung Inggris didapuk jadi pilihan utama untuk menghabiskan waktu liburan, karena selain bisa berbahasa Inggris dengan cas-cis-cus, juga dapat memperluas jaringan pertemanan. So, what are you waiting for? Go to Kampung Inggris!!
BACA SELANJUTNYA >> Liburan di Kampung Inggris Pare Kediri, Pulang Cas Cis Cus kaya Bule

PENGIKUT BLOG